Cerminan Hukum Di Indonesia

"Saya orang hukum, tapi paling benci dengan hukum".

Begitu pernyataan yang keluar dari mulut seorang Advokat di Dharmasraya, Pandong Spenra, SH saat mendampingi salah satu masyarakat dalam penyelesaian masalah pertikaian tanah.

Agak sulit bagi diri ini untuk menjabarkan ucapan dari orang yang dikenal sebagai penggerak sosial tersebut, hanya bisa menerka-nerka bahwa hukum di indonesia itu busuk.

Di penjara, hal tersebut dapat terjawab dengan sangat jelas dan nyata. Sebuah pertanyaan yang paling membosankan dari warga binaan maupun polsuspas disini saat pertama kali saya menginjak tempat ini hingga vonis hukuman dibacakan ialah 'MAIN atau POLOS'.

Apakah saya Bermain dengan Hakim dan Jaksa ataukah Polos (tidak bermain) ???!

Sungguh telah menjadi pertanyaan yang sangat memilukan, akan tetapi tampak begitu wajar dan merupakan sebuah kebiasaan bagi pemain-pemain hukum.

Dalam kasus saya, seluruh keluarga besar saya bersepakat untuk menjual tanah perkebunan dan sawah warisan dari kakek nenek demi meringankan hukuman saya.

Sebagai keluarga yang masih peduli, tentunya mereka akan berbuat apapun demi diri saya, termasuk dengan melakukan permainan uang di pengadilan.

Akan tetapi, saya melarang keras hasil persepakatan keluarga untuk memberikan uang suap kepada penegak hukum di pengadilan.

Sebab, selain saya harus mempertanggungjawabkan perbuatan saya yang sangat buas dan sadis, juga menjadi ketidaksanggupan saya mendengar habisnya harta warisan hanya demi membela sebuah kesalahan pada diri saya, sama sekali saya tak bisa terima hal tersebut.

Maka dari itu, orang-orang yang mengetahuinya menyebutkan bahwa saya merupakan orang bodoh dan tergila diantara pelaku tindak pidana yang pernah ada.

25 November, Jaksa Penuntut Umum membacakan Surat Tuntutan di Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung dengan mengajukan hukuman selama 20 tahun penjara. Lalu pada tanggal 16 desember 2013, Hakim menjatuhi Vonis 19 tahun kurungan.

Sungguh merupakan angka yang luar biasa jika diperbandingkan dengan seluruh narapidana dilapas ini. Sebab angka itu menjadi hukuman tertinggi di antara yang lainnya.

Akan tetapi, saya merasa begitu santai menerima hukuman itu, karena saya beranggapan masih ringan jika dibandingkan dengan sebuah nyawa.

Lucunya, beberapa orang yang pernah menyarankan untuk bermain sangat menyayangkan penolakan saya terhadap permainan itu, "coba kalau dulu main hakim jaksa, saya yakin hukumanmu dibawah 10 tahun, uang bisa dicari, sedangkan kebebasan itu sangatlah berarti".

Disini, saya menemukan jawaban kenapa aktivis tersebut benci dengan pekerjaan yang digelutinya, karna hukum bisa diukur dengan uang.

Antara pihak terdakwa dan pendakwa dapat bertransaksi serta bernegosiasi terhadap tuntutan maupun vonis hukuman dengan bahasa yang sangat halus, "saling membantu atau sebagai ucapan terima kasih".

Jika seorang terdakwa dan keluarga terdakwa menginginkan hukuman yang seringan-ringannya, maka mereka harus membangun keseimbangan jatah antara jaksa penuntut umum dan majelis hakim, jika tidak, harapan itu akan sulit terealisasi.

Salah seorang diantaranya ialah Hidayat Effendi dengan kasus Penggelapan, keluarganya hanya memiliki kesempatan untuk membantu Jaksa karna keterbatasan waktu dan pendanaan, sedangkan Hakim tidak mendapatkan apa-apa.

Dalam pengamatan saya dan pengakuan dari beberapa narapidana, belum pernah kasus serupa dituntut dibawah 2 tahun, kisaran tuntutan dan vonis yang pernah ada ialah antara 2 hingga 4 tahun jika persidangan nya polos.

Akan tetapi, kali ini tuntutan yang diajukan jaksa selama 1 tahun 6 bulan dengan suntikan dana sebesar Rp 20jt. Namun, hakim merasakan kecemburuan karena mendapatkan kehampaan, itu terbukti dari tidak adanya pengurangan hukuman yang dijatuhkan, sehingga vonis yanh diterima dayat tetap selama 1 tahun 6 bulan penjara.

Pada permainan berbeda dengan kasus narkoba yang dijalankan Antoni, ia hanya membayar Majelis Hakim karena ia mengasumsikan bahwa ditangan hakimlah puncak dari apa yang didakwakan terhadapnya.

Setelah melewati proses persidangan, Hakim Ketua memutuskan 1 tahun 6 bulan dari tuntutan selama 4 tahun 2 bulan penjara, sehingga Jaksa Penuntut Umum mengajukan Banding dalam kasus ini.

Jika permainannya cantik dan seimbang, maka kebebasan akan semakin cepat untuk didapat.

Seperti permainan yang dimainkan oleh Adang Bayu, ia didakwa sebagai orang yang melakukan tindak pidana pelecehan seksual.

Disini, kasus pelecehan seksual atau yang sejenisnya mendapat urutan teratas dari jumlah dan waktu hukuman, lama nya berkisar antara 4 hingga 15 tahun.

Tetapi tidak untuk Adang, ia mendapatkan rekor pertama dengan kerendahan hukuman yang ia jalankan di antara hukuman yang pernah ada, dengan di jatuhi vonis selama 1 tahun 3 bulan.

Kenapa tidak, pengorbanan harta yang ia keluarkan mencapai Rp 100jt. Mulai dari penyetelan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) pada Penyidik Kepolisian, Jaksa Penuntut Umum serta Majelis Hakim di Pengadilan Negeri.

Ternyata benar, uang bukan segala-galanya, tapi segala-galanya butuh uang, termasuk sebuah kebebasan.

Bahkan seorang Hakim yang menjadi tumpuan utama dalam dunia hukum, orang yang dianggap bijaksana pada pemutusan suatu perkara dengan mempertimbangkan segala hal, tetapi pada titik puncaknya, uang telah menjadi pertimbangan utama.

Saya dan orang-orang tersebut hanya merupakan contoh kecil diantara sebagian besar lainnya, sudah menjadi pengetahuan umum yang bersifat sangat rahasia, sungguh begitu aneh, tapi terjadi secara nyata.

Disini, dikabupaten paling selatan sumatera barat, adalah merupakan cerminan hukum di indonesia, saya tidak mengatakan indonesia secara keseluruhan, melainkan asumsi yang kuat terhadap itu.

Bagi orang yang berada di penjara atau orang yang pernah merasakannya, kebebasan merupakan surga.

Dan jika memang harta menjadi surga dunia setelah tahta dan cinta, maka pengadilan merupakan salah satu tempat mencari surga, surga dunia bagi penegak dan pelanggar hukum.

Akan tetapi, hal itu tidak berlaku bagi pemain murni. Sebab, pendakwa tidak akan mendapatkan rezeki tambahan dan terdakwa juga tidak menerima pengurangan hukuman.

Maka dari itu, neraka dunia akan menjadi titik akhir dalam persidangan.

(catatan_2014).

0 Response to "Cerminan Hukum Di Indonesia"

Posting Komentar